Selasa, 23 Februari 2016

“ Rezeki Psikotik Gelandangan “


 
Setiap saya berangkat ke Kantor, saya melewati 2 (dua) orang psikotik gelandangan (orang sakit jiwa), di tepi jalan jarak tempat keduanya saling berdekatan, yang satu pria yang satu wanita. Suatu hari hari saya melihat yang wanita sedang menikmati makanan entah ia dapat dari siapa, lain waktu saya melihat yang pria sedang mengais-ngais mencari makanan sisa di tempat penampungan sampah. Jarang diantara mereka berdua yang kelihatan sakit seperti yang biasa terjadi pada orang normal yang kadang-kadang flu,masuk angin dsb. Demikian mereka hidup tanpa bantuan keluarga atau sanak saodara atau fasilitas dari pemerintah, tampaknya hidup mereka hanya mengikuti intuisi dasar saja sekedar mengikuti rasa ingin makan, minum, buang air besar dan kecil, lainnya tidak mereka perhatikanseperti: pakaian, kebersihan,kerapihan rambut.Tampilan mereka dekil rambut kusut pakaian compang camping. Merekatampaknya hidup dalam dunianya sendiri autism dan isolasi sosial, nyaris jarang berkomunikasi dengan manusia lain karena tak ada orang yang mau memperdulikannya, mungkin namanya sendiri juga tidak tahu, lupa karena tak pernah ada yang menanyakan. Akal dan pikirannya terganggu maka orang menyebutnya sebagai, “ orang gila “. Sampai tadi pagi mereka masih hidup, ini berarti makanan sebagai sumber energy masih mereka dapatkan, mereka tidak jatuh sakit dan tak menimpa pada mereka kecelakaan fisik, subhanalloh.

Dalam keterbatasan demikian tetaplah Alloh masih memberikan rezeki pada mereka , jadi terbukti tidak seratus persen bahwa manusia diberi rezeki karena kecerdasannya. Manusia yang hidup baik ia dalam keadaan sehat jiwa maupun sakit ia tetaplah diberikan rezeki, berupa makanan, kesehatan fisik, kesempatan istirahat seadanya walaupun hanya di emper toko, dan mungkin juga diberi rezeki semacam rasa kenyamanan diri sesuai keadaannya, karena pakarpun tak dapat memastikan apakah orang dalam kondisi autisme (berada dalam dunianya sendiri) mereka bahagia atau malah sebaliknya, kecuali mereka yang depresi umumnya merakan tidak bahagia.

Banyak orang yang secara fisik dan mental sehat, namun mereka dalam keadaan resah (galau), takut dan sangat takut kalau ia tak bisa makan hari ini, resah ketika melihat tempat berasnya kosong, menangisi anak-anaknya ketika mereka sedang tidur nyenyak karena takut akan masa depannya, malah ada yang tak berani berkeluarga karena takut tidak bisa menafkahi keluarganya kelak. Sebagian lagi mungkin orang berputus asa karena usahanya sering gagal, sementara kebutuhannya seolah didepan mata, kecewa karena suaminya tidak membawakan apa yang ia inginkan, pahal ia masih banyak memilki yang lain hanya karena ia tak mau berpikir untuk sengaja menghitungnya atau menyadari keberadaannya.Manusia pada umumnya menyadari apa yang dinginkan saja yang sudah ada tidak dinginkan lagi seakan basi dan bosan. Maka sedikitlah manusia yang bersyukur, malah diantara yang kecewa  ada yang memaki Tuhan tidak adil, padahal Alloh pastilah maha adil.

 “JANGAN BERPUTUS ASA SODARAKU, BERSYUKURLAH JIKA TIDAK GILA, INSYALLOH BANYAK KEMUNGKINAN YANG  DAPAT DILAKUKAN  UNTUK KEBAHAGIAAN ANDA"

“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi?” (QS. Fathir: 3)
“Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberikan rezki kepada mereka sedikitpun dari langit dan bumi, dan tidak berkuasa (sedikit juapun).” (QS. An Nahl: 73)
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2).
“Wahai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta semua jin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” (HR. Muslim no. 2577, dari Abu Dzar Al Ghifari).
“Allah Ta’ala berfirman padaku, ‘Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak (memberikan ganti) kepadamu.’ Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah berkurang walaupun mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu, sudah berapa banyakkah yang diberikan Allah sejak terciptanya langit dan bumi? Sesungguhnya apa yang ada di Tangan Allah, tidak pernah berkurang karenanya.” (HR. Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993)
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)
“Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah yang Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Asy Syura: 19)


“Dan mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada kamu) dan Kami sekali-kali tidak akan diazab. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang Tinggi (dalam syurga).” (QS. Saba’: 35-37)
Moga bermanfaat. Tulisan ini semoga jadi obat bagi yang sedang kecewa…

Jumat, 05 Februari 2016



 “ Jelang Kematian “

Ketika kami berta’ziah pada seorang kerabat salah seorang anaknya berceritra tentang detik-detik ayahnya menjelang kematian . Ketiaka itu mereka sedang berkumpul di ruang keluarga, sementara ayahnya  yang sakit berada di kamar, ayahnya memanggil dari kamar, “ Lia tolong tuntun ayah mau ke luar “, demikian ucapan si ayah, mereka yang ada di ruang tamu merespons dengan senyum-senyum, karena mereka tahu kondisi ayahnya yang sudah tak dapat berjalan lagi. Sekitar 15 menit kemudian anaknya yang dipanggil mencoba untuk menemui ayahnya barangkali ia hanya ingin sekedar digeserkan posisi tidurnya, ia menghampiri ayahnya dan ia melihat ayahnya dalam kondisi tidur yang sangat nyenyak, namun ia curiga mengapa dadanya tidak naik turun, kemudian ia mendekatinya dan membangunkannya, ternyata ayahnya sudah meninggal. Ahirnya mereka menangis semua dan menyesali tak merespon keinginan ayahnya itu. Diantara kami yang mendengarkannya memaknai ucapan dari almarhum itu, mungkin ia sebenarnya menginginkan anaknya menuntun dengan kalimat tauhid menjelang kematiannya.

Cerita di atas saya sampaikan pada teman saya, ia berkomentar, bagaimana jika kita yang menjelang kematian, lalu bagaimana orang-orang yang berada dekat menyaksikan proses menjelang ajal itu. Lalu ia berceritra tentang pengalamannya mendampingi mertuanya yang sedang sakit menjelang ajal, ia bersama anak-anaknya membacakan Al-quran dan kalimat-kalimat toyibah, hingga datangnya sakartul maut dituntunnya dengan kalimat tauhid. Keiklasan dan kesabaran keluarga dalam mendampingi orang sakit terminal diuji, karena umumnya orang yang usdah sampai tahap penyakit achir tingkat ketergantungannya tinggi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya; makan.minum, kebutuhan buang air besar dan kecil, bergerak dan kebersihan diri. Bakti dan cinta seorang istri dan anak ditantang pada saat demikian. 

Mendampingi anggota keluarga yang sedang sakit memerlukan apalagi sakit terminal (menjelang ajal), membutuhkan kesabaran dan perhatian khusus, baiknya yang sedang sakit tidak ditinggalkan agar ia tak kesepian dan mudah memberi bantuan jika ada hal yang diperlukan, hal penting dan prinsip adalah pendampingan sesuai sunah, mendoakan dan jika diketahui  ada tanda-tanda sedang mendekati ajal atau skarotul maut kita menuntunnya dengan kalimat tauhid la illaha illalloh terus menerus diperdengarkan, terlebih jika sisaskit dapat mengikutinya itu yang lebih apdhal. Seringkali kita menjumpai sisakit dalam keadaan koma, yang harus menjadi catatan adalah bahwa panca indera yang terahir hilang fungsinya adalah pendengaran, maka lakukanlah ucapan bimbingan kalimat tauhid (talkin) terus menerus sampai azal datang. Diharapkan ucapan yang ia dengar terahir adalah ucapan tauid laillahaillalloh alih-alih tangisan ucapan yang tak bermanfaat. Moga jadi bantuan pengingat ketika sedang berlomba dengan setan yang mengganggu saat ajal menjelang.

Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu !” Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Alloh (perkataan) yang tidak benar dan kerena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”. (Qs. Al- An’am : 93).

“Ajarilah orang yang hendak mati dengan ucapan La ilaha illallah” (HR. Muslim). Moga bermanfaat.